Wednesday, March 11, 2020

ORGANISATORIS VS AKADEMISI

Apa kabar mahasiswa?
Saat menjadi mahasiswa terkadang kita di hadapkan kepada pilihan yang serba sulit dan dilematis antara menjadi organisatoris dan akademisi, tentu untuk menjadi keduanya sangatlah sulit sehingga kita harus mengorbankan salah satu dan fokus kepada pilihan kita guna menjadi yang sejati.
Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih apa yang terbaik untuk dirinya sendiri, yang dapat membantu memacu perkembangan potensi, minat dan bakat tanpa harus di pengaruhi atau di doktrin orang lain untuk bergabung dengan organisasi.
Kenapa harus organisasi?
Dan apa itu organisasi?
Organisasi didalam KBBI berarti ahli dalam organisasi. Ialah masyarakat atau mahasiswa yang aktif didalam sebuah organisasi tertentu dan dia memiliki kepentingan untuk membesarkan organisasi sesuai dengan kemampuannya masing-masing untuk mencapai cita-cita bersama.
Sedangkan Akademisi ialah orang yang berpendidikan tinggi atau anggota akademik, istilah yang merujuk kepada mahasiswa yang memiliki pengaruh di fakultas maupun universitas, atau sesorang yang menekuni propesi sebagai pengajar dan guru besar di perguruan tinggi.
Organisasi kampus dapat dikatagorikan ke dalam 2 jenis yaitu; oragnisasi internal kampus dan organisasi eksternal kampus.
Organisasi internal  kampus adalah organisasi yang melekat pada tata kelolah kampus atau universitas dan memiliki kedudukan resmi di lingkungan universitas, sama halnya seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) dan Himaprodi Jurusan.
Sedangkan organisasi Eksternal kampus adalah organisasi yang tidak melekat pada tata kelolah universitas, yaitu lebih mengutamakan indenpendensi dan tentunya jaringan untuk organisasi eksternal lebih luas dibandingkan dengan organisasi internal, organisasi eksternal kampus yang saat ini masih eksis dan memiliki kader yang banyak di berbagai universitas seperti halnya; Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Dalam proses menjadi pelajar di perguruan tinggi  kita akan mendapatkan kesempatan untuk menjadi  bagian dari organisasi internal maupun organisasi eksternal, atau tidak keduanya bahkan ada yang nyaman untuk menjadi mahasiswa kupu-kupu.
Karenah dalam pola pendidikan mahasiswa akan banyak sekali gaya yang berbeda, ada yang memilih aktif di organisasi internal dan eksternl kampus bahkan ada yang anti organisasi.
Saat menjadi mahasiswa seharusnya kita mampu merubah pola kehidupan, pola komunikasi, pola pergerakan gaya hidup bahkan pola makan, menyesuaikan dengan kemampuan diri untuk menjalankan Tri Darma Perguruan Tinggi.
Organisasi ialah sekelompok orang atau suatu komunitas tertentu baik yang berlatar belakang pendidikan atau umum yang memiliki dasar yang jelas untuk mencapai tujuan tertentu, jika di kalangan mahasisawa ialah sebuah wadah untuk berproses mengasah diri, untuk menemukan jatidiri, skil dan kemampuan kita di bidang mana yang akan kita pelajari untuk bekal di kehidupan mendatang, hal itu tentunya tidak menjadi tujuan utama semua mahasiswa.
Nyatanya ada sebagian mahasiswa yang masih percaya bahwa kuliah itu hanya perhintungan statistik IPK, jadi tidak salah ada beberapa mahasiswa yang masih mati-matian mengerjakan tugas, makalah, dan power point tanpa mengerti apa yang mereka kerjakan, susah payah menjadi mahasiswa kutubuku demi segumpal teori tapi tidak ada aksi,
Memang, organisasi tidak memberikan jaminan kepada kita dalam proses bergabung dengan salah satu organisasi untuk mendapatkan bekal nyata yang akan kita aktualisasikan pasca menjadi mahasiswa.
Jika mahasiswa yang ikut organisasi tidak memiliki jaminan, bagaimana dengan mahasiswa yang tidak ikut organisasi, apalagi dengan mereka yang hanya kuliah pulang-kuliah pulang (kupu-kupu).
Memang, bangku pendidikan di perguruan tinggi tidak sampai memberikan 50% ilmu pengetahuan dari persentase 100% ilmu pengetahuan yang seharusnya kita dapatklan dalam 24 jam.
Dengan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) yang masih tidak jauh berbeda dengan kita saat SD dulu, sistem perkuliahan yang masih belum  relavan dengan mahasiswa dan arus globalisasi, sehingga membuat SAP perkulihan seakan di monopoli.
Seharusnya kita menjadi mahasiswa harus bebas berimajenasi dan beraktualisasi selagi tidak melanggar kode etik universitas, dan pada dasarnya organisasi internal yang terikat akan sulit melakukan semuanya karena terikat oleh kampus, sedangkan organisasi eksternal kokoh dalam indenpendensinya.




Ahmad Molyadi
11-Maret-2020


Share:

Saturday, February 22, 2020

BUKAN SEKEDAR ORGANISASI



Mencoba kembali membuka lembaran awal saat pertama saya awali karir organisasi dalam proses perjuangan bergabung dengan PMII, dengan harapan saya mampu meniru jejak orang-orang hebat yang terlahir dari rahimnya, menambah relasi, mengasah pengetahuan untuk bangkit dari kebodohan.
Saat ini selang empat tahun saya di di besarkan oleh PMII, saya merasa, bahwa PMII terhusus Rayon Al-farabi bukan hanya sebatas organisasi, yang kebanyakan rayon dan organisasi lainnya, ini adalah sebuah keluarga.
Dimana tanpa kita sadari, kehangatannya hampir setiap waktu kita rasakan, ilmunya hampir setiap hari kita kuras, menjadi perantara tanpa menuntut balas, kita di pertemukan dengan orang-orang baik dan hebat dari berbagai tempat, ada dari jawa, madura, hingga papua,kita disatukan dalam cinta dan kasih sebuah pergerakan.
Benar kita adalah keluarga, bukan hanya sebatas orang asing lalu kenal karena di pertemukan begitu saja, cita-cita organisasi dan kebahagiaa bersama seharusnya menjadi tanggung jawab kita,  jangan datang hanya menjadi beban dan pergi padahal dibutuhkan, solusi terakhir, kitab harus bertahan dan membuktikan pada PMII bahwa kita mampu berkontribusi.
Berkarya, totalitas, saling menjaga dan mengarahkan mungkin imbalan terbaik yang harus kita persembahkan pada organisasi sebagai bentuk rasa terimakasih, atas keikhlasannya selama ini memberikan kita ladang untuk sepuasnya bercocok tanam sesuai dengan skill kita, jika semunya sudah tumbuh, berbuah dan mampuh panen besar, akankah mungkin kita tega melupakan ladang itu, dan kita terlena dengan hasil yang kita dapatkan.
DESCRATES pernah mengatakan, (Cagito Ergo Sum) Saya Berfikir Maka Saya Ada, membuatku selaliu berfikir, bagaimna seandainya jika kala itu saya tidak bergabung dengan Al-farabi, saya akan seperti apa, pasti penyesalan yang akan saya rasakan, karena tidak akan bisa belajar bersama-sama dengan orang-orang hebat yang luar biasa, Jika saya sudah berfikir saya bagian dari keluarga besar organisasi maka saya harus berkontribusi, harus berkarya dan ikut andil dalam proses mengharumkan nama baik keluarga.
Separuh hidupku, ragaku, nafasku.
Ada di sini, didalam organisasi.
Ditempat ini aku menanam harapan.
Menuai mimpi yang bukan hanya sekedar mimpi.
Menuai harapan yang bukan sekedar belaka.
Menuai cinta untuk cita sebagai bentuk terimakasi.

21 februari 2020
Ahmad Molyadi

Share:

Thursday, February 20, 2020

CATATAN KEGELISAHAN KADER


Arus globalisasi semakin hari semakin menjadi tantangan luar biasa bagi kader pergerakan, dengan problematika yang semakin kompleks di masyarakat, kita hadapi dengan nada dan irama yang harus sesuai dengan landasan dasar berdirinya organisasi.
Kontribusi di bidang intelektual kita terjemahkan dalam tindakan, dengan harapan tidak ada lagi teriakan ketidakadilan dari kaum tertindas.
Sekali bendera dikibarkan hentikan ratapan dan tangisan.
Pertanyaannya adalah_ sudah setinggi mana bendera kita menjulang?
Sudahkah tidak ada lagi ratapan dan tangisan sang tertindas dari ke dzaliman sang penguasa dan pemikir yang tak mau bertindak.
Mundur satu langkah adalah bentuk penghianatan.
Jika memang benar, mungkin sudah banyak sejarah pergerakan bercerita tentang sang penghianat, bagi mereka yang diam dalam pengetahuan, kepintaran, dan diam dalam kemegahan singgasana sementara yang didapatkan.
Lantas apa yang kita cari dalam naungan pohon rindang sebuah pergerakan, relasi, eksistensi, atau hanya jabatan yang sesaat.
Jika memang benar alangkah dosanya kita kepada sang leluhur yang berkontribusi besar dalam pengabdiannya.
Tapi saya rasa tidak, karena masih banyak yang berkarya, berfikir dan bertindak demi mewujudkan sebuah cita-cita.
Ingatlah, setidaknya manusia bisa dikenang oleh tiga hal: karyanya, ucapannya, dan tindakannya.
Sudah saatnya mulai saat ini kita bangun dari tidur panjang kemalasan, kita aktualisasikan lewat jiwa pergerakan,
Sekaranglah saatnya,
jika bukan sekarang kapan lagi.
Mulailah dari kita,
jika bukan kita lantas siapa lagi.
Garuda sakti,
jiwa pergerakan pasti berkontribusi.
Ibu pertiwi, selamanya kita akan tegakkan keadilan di negri ini.
Jika sang legendaris MAHBUB DJUNAIDI kembali memberikan tawaran kepada kita, ingin menjadi Burung Beo, atau Maling, sudahkah kita punya pilihan? Apapun jawaban itu saya rasa sahabat-sahabati punya cara sendiri untuk memilih.
Sekali PMII Selamanya PMII.
Totalitas sebuah kewajiban dalam pergerakan, berkontribusi di bidang intelektual, emosional, dan spiritual sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, dengan saling merangkul dan men-support satu sama lain, dalam menciptakan inovasi baru dalam bidang kaderisasi guna memenuhi kebutuihan masing-masing kader.
Cita-cita organisasi bukan milik individu, tapi milik kita bersama.
Sebab itu kita adalah sama, seorang abdi pergerakan demi ilmu barokah yang berguna kelak di masa depan.

20-Februari-2020.
Oleh_Ahmad Molyadi.

Share:

Tuesday, June 13, 2017

Ihtilafu Ummati Rohmatan Lil Alamin.

Persatuan itu mencari persamaan di dalam perbedaan, bukan mencari perbedaan di dalam persamaan. Itu syarat utama yang harus menjadi prinsip sebuah bangsa. Kalau tidak, kita tak pantas disebut sebagai bangsa. Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon dll itu berbeda secara given. Tapi yg menyatukan mereka adalah persamaan akan nasib dan tujuan. Sekarang ini tidak ada bangsa yang sibuk lebih sibuk menghancurkan dirinya sendiri selain bangsa Indonesia. Sesama mereka setiap hari ribut dan membela junjungan masing-masing secara total dan membabi buta. Pokoknya bagi mereka yang benar, benar mutlak; yang salah; salah mutlak. Paradigma khas "multiple choice", kalau minjam bahasanya Mbah Nun. Paradigma multiple choice itu memandang dunia secara hitam-putih. Seperti ujian pilihan ganda, kalau A benar maka B, C, D, dan E salah. Padahal hakikat kehidupan itu esai. Setiap orang punya pertanggungjawaban terhadap apa yang ia pikirkan dan rasakan. Dan, pikir-rasa setiap orang ini pasti berbeda-beda. Masio untuk hal-hal yang nilainya relatif sama sekalipun. Contohnya cabe, Cabe meski hukumnya pedas, tapi tingkat kepedasan bagi Sia dan Sibe blm tentu sama. Maka dlm hal seperti ini, "multiple choice" tak berlaku, Soal bangsa di hari-hari ini. Kita bisa saksikan sendiri setiap kelompok memaksakan tafsirannya untuk diyakini semua orang. Padahal tafsir apa pun, selama yang menafsir (baca: penafsir) adalah manusia maka hukumnya jelas: mungkin benar mungkin salah. Tak ada tafsir yg pasti benar atau pasti salah. Di bawah hukum relatifitas, kebenaran adalah kesalahan yang tertutupi, begitupun sebaliknya, Manusia adalah makhluk relatif. Bumi dan seantero jagat raya tunduk pada hukum relatifitas. Maka tak ada kebenaran absolut. Memutlak-mutlakan nilai, pandangan, tafsir, dan hukum yang dibuat oleh manusia adalah bentuk kekonyolan. Ini hanya menimbulkan fanatisme! Dan kau tahu, fanatisme dan idiot itu beda-beda tipis. Sama-sama kekurangan daya nalar kognitif yang memacu hormon heheh. Sekian dulu curhat saya soal bangsa. Semoga kita semua tidak bercita-cita menjadi bangsat.

Malang. 14 Juni 2017
Sahabat Azmil Nazar
Share:

Tuesday, January 31, 2017

Mahasiswa Idealisme Atau Pragmatis


Mahasiswa sering demo? iya. Mahasiswa selalu lantang menyuarakan kepentingan rakyat? Ya. Mahasiswa selalu mengabdi untuk rakyat? Ya. Tapi itu semua terjadi pada mahasiswa di era  80-an hingga tahun 2000 awal. 
Sekarang mahasiswa bukanlah lagi mahasiswa. Mahasiswa sekarang bukanlah mahasiswa yang senantiasa menjunjung tinggi  Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, pengembangan dan penelitian, pengabdian masyarakat.  Mahasiswa bukanlah lagi mahasiswa yang independen dan benar-benar menyuarakan kepentingan rakyat. Melainkan mahasiswa sekarang adalah mahasiswa yang menyuarakan kepentingan rakyat karena diiming-imingi imbalan tertentu oleh partai politik. Mahasiswa sekarang adalah mahasiswa yang lebih mengutamakan perutnya sendiri.
Lalu, Mahasiswa sekarang adalah mahasiswa yang lebih mengutamakan fasion untuk menarik adik tingkat untuk dijadikan ajang asmara, mahasiswa sekarang pragmatis atau idealis? Sebentar. Kita lihat dulu pengertian dua kata itu di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut KBBI, pragmatisberarti bersifat praktis dan berguna bagi umum; bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan); mengenai atau bersangkutan dng nilai-nilai praktis;  mengenai atau bersangkutan dengan pragmatisme. 
Sedangkan, kata idealis berarti orang yang bercita-cita tinggi; pengikut paham idealisme. Dan idealisme merupakan menetapkan satu cara untuk mencapai tujuan, cara lain dikesampingkan. Dalam pragmatisme tidak terkungkung pada satu cara, tetapi lebih fleksibel. Mahasiswa yang idealis sebagian besar tidak mempunyai kebebasan dalam berpikir dan tidak pernah berpikiran terbuka (open mind). Mahasiswa idealis senantiasa berpikiran terbuka (open mind), sepanjang itu tetap dalam jalur untuk mencapai tujuan yang  dicita-citakan.
Mahasiswa sekarang bagaimana? Pragmatis atau idealis? Dalam pandangan saya, sebagian besar mahasiswa sekarang merupakan mahasiswa kelewat pragmatis. Mereka sangat open minded. Hingga mereka tidak mempunyai pendirian, mudah terombang-ambing oleh beragam aliran pemikiran. Tentu itu tidak baik. 
Yang baik adalah, mahasiswa harus mempunyai standing position yang jelas. Mereka harus mempunyai karakter. Tidak masalah jika mereka idealis. Tidak masalah jika mereka pragmatis. Yang menjadi masalah adalah ketika mereka setengah-setengah dan tidak mempunyai standing position yang jelas. Idealis dan pragmatissama-sama baik. Mereka mempunyai tujuan yang sama, bermanfaat bagi sesama. Hanya caranya saja yang berbeda.
Antara idealisme dan pragmatismemungkin saja terjadi crash. Dan kemungkinan untuk terjadi crash cukup besar. Oleh sebab itu, mahasiswa harus selalu menjunjung tinggi sikap open mind(berpikiran terbuka).  Sikap open mindmenjadi jembatang untuk mengatasi jurang antara pragmatisme dan idealisme. Sikap open mind juga dapat mencegah terjadinya fanatisme yang berlebihan.

By: Sahabat Azmil Nazar
Share:

Monday, June 27, 2016

“Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Tharieq”

Kalimat penutup pidato dan surat-menyurat khas warga NU sebelum salam penutupan. Arti harfiahnya: “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya.” Istilah ini diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah.

.
Sebelum menciptakan kalimat Wallahul muwaffiq ila aqwamit-tharieq, Kiai Ahmad telah menciptakan istilah Billahit taufiq wal-hidayah. Namun karena Billahit taufiq wal hidayah kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka ia merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi.
.
Untuk itu ia menciptakan istilah baru, Wallahul muwaffiq ila aqwamit tharieq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU.
.
KH Ahmad Abdul Hamid adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa Tengah. Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohannya, masyarakat Kendal menyebutnya sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”.
.
Kiprah Kiai Ahmad, demikian panggilannya sehari-hari, di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (dengan Katib KH Sahal Mahfudz), dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Ia juga tercatat sebagai distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai Ahmad menyimpan dokumen-dokumen majalah NU seperti Buletin LINO (Lailatul Ijtima’ Nadhlatoel Oelama)
.
Kiai Ahmad termasuk sangat produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab. Kitab-kitabnya umumnya ditulis dalam bahasa Jawa dengan tulisan Arab Pegon. Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syech KH Hasyim Asy’ari yang ia terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof. KH Saifudin Zuhri.
.
Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Ahmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama.
.
KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H.

(Sumber: Ensiklopedi NU)

Share:

Wednesday, April 27, 2016

MENGGUGAT ISTILAH CIPTAAN KAPITALISME GLOBAL

Pemikiran Pasca Hegemony V:
Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
 
Dalam kajian rutin Selasa malam dengan tema korupsi dan good governance,  DR Thomaq al-Bakhili yang tampil pertama mengecam keras praktek korup yang dilakukan para pejabat yang menggunakan dana bantuan dari World Bank, Asia development bank dan IMF untuk kepentingan pribadi. Dengan sejumlah istilah sinis dan sarkastis, ia mengajukan usulan agar pejabat-pejabat korup yang menyalah-gunakan kebaik-hatian lembaga-lembaga keuangan itu untuk  dijatuhi hukuman berat kalau perlu dijatuhi hukuman mati.
  Ketika sesi tanya jawab dibuka, Sufi Sudrun yang terkantuk-kantuk tetapi menyimak setiap  kata-kata DR Thomaq al-Bakhili menyampaikan sejumlah catatan istilah yang disampaikan pemilik BPR Rakyat Nestapa itu. Pertama-tama, Sufi Sudrun meminta agar istilah “AID” atau BANTUAN  harus diganti dengan istilah yang riil sesuai fakta. “Ini penting dilakukan, karena dalam fakta yang disebut “AID” atau BANTUAN  itu adalah “LOAN” atau UTANG. Orang goblok pun bisa membedakan BANTUAN dengan UTANG, apalagi seorang doktor ekonomi,” kata Sufi Sudrun.
“Tapi itu sudah menjadi istilah baku yang digunakan pemerintah dan para pengamat ekonomi kita,” ujar DR Thomaq al-Bakhili.
“Silahkan Anda ceramah di istana negara dan di media massa dengan istilah itu, tapi di forum ini jangan coba-coba mempengaruhi para peserta dengan istilah-istilah hegemonic yang menyesatkan,” kata Sufi Sudrun dengan suara ditekan tinggi.
“Saya hanya mengikuti istilah baku,” sahut DR Thomaq al-Bakhili bergetar.
“Itu istilah baku yang salah, karena menyesatkan pikiran waras,” kata Sufi Sudrun tinggi,”Saya sudah konfirmasi kepada Pak Kwik Kian Gie tentang istilah-istilah laknat itu, dan Pak Kwik tegas menyatakan bahwa itu istilah sesat yang wajib diubah jika negara Indonesia tidak ingin terus-terusan dijadikan bulan-bulanan, obyek  eksploitasi oleh lembaga-lembaga keuangan internasional. Bahkan menurut Pak Kwik, sewaktu beliau menjadi menteri sudah pernah mengajukan agar istilah itu dirubah tetapi tidak berhasil. Itu artinya, silahkan di istana negara, media massa, kampus-kampus, lembaga-lembaga moneter kaki tangan kapitalisme global, istilah itu digunakan secara baku, tetapi jangan sekali-kali dipaksakan digunakan di forum ilmiah pesantren ini.”
“Saya faham itu, pak,” sahut DR Thomaq al-Bakhili.
“Yang wajib diubah juga adalah istilah NEGARA DONOR yang memiliki kesan NEGARA DONATUR yang membantu Indonesia karena kedermawanan dan kebaik-hatian. Istilah keparat-laknat-jahanam  itu harus diganti, karena fakta menunjuk bahwa negara-negara garong itu tidak pernah memberi bantuan donasi gratisan, melainkan memberikan  UTANG. Jadi NEGARA DONOR harus diganti menjadi NEGARA PEMBERI HUTANG.”
“Apakah itu juga sudah konfirmasi dengan Pak Kwik?”
“Sudah pasti.”
“Ada lagi pak?”
“Istilah PRIVATISASI yang saudara gunakan untuk penjualan aset negara, itu juga harus diganti dengan istilah PENJUALAN ASET NEGARA. Ini penting, karena mengkaji sesuatu berdasar telaah ilmiah tidak boleh ada istilah-istilah yang bersifat manipulatif yang digunakan untuk tujuan menipu orang sebagaimana yang selama ini dilakukan negara-negara Neo-imperialis dalam mengeksploitasi negara bangsa Indonesia dengan  didukung antek-anteknya, para komprador berjiwa tuyul bermental blorong, yang tergabung dalam organisasi tanpa bentuk yang disebut Berkeley Mafia,” seru Sufi Sudrun.
“Mohon maaf sebelumnya pak,” kata DR Thomaq al-Bakhili dengan muka kecut, ”Saya tidak bisa melanjutkan diskusi ini. Perut saya sakit. Kepala saya pening. Dada saya sesak. Saya mohon pamit untuk pulang.”
Para peserta kajian rutin tertawa riuh.Mereka faham kenapa DR Thomaq al-Bakhili tidak berani melanjutkan diskusi. Tetapi mereka bersukacita, karena jiwa dan pikiran mereka telah terbebas dari hegemoni peristilahan menyesatkan yang dicipta kapitalisme global dan disebarkan oleh akademisi, intelektual, ekonom, birokrat sontoloyo seperti DR Thomaq al-Bakhili.

*) sumber -  https://m.facebook.com/story.phpstory_fbid=217694175276529&id=100011078439815

Share:

PMII On Facebook

Powered by Blogger.

Copyright © PMII Rayon Al-Farabi All Rights Reserved. Created by | PMII RAYON AL-FARABI UNISAMA